awan panas bersuhu 600 derajat Celcius menyergap masuk ke kediaman Mbah Maridjan di Desa Kinahrejo, Cangkringan, Sleman yang hanya berjarak sekitar 4 Kilometer dari kawah Merapi.
Perkembangan terakhir sekitar pukul 22.00 WIB dilaporkan setidaknya 15 jenazah ditemukan di kediaman Mbah Maridjan. Belum dapat dipastikan apakah juru kunci Gunung Merapi tersebut ikut tewas. Namun, satu jenazah diidentifikasi sebagai wartawan Vivanews atas nama, Yuniawan Wahyu Nugroho.
Yuniawan diidentifikasi lewat KTP, SIM, dan kartu pemilih yang ditemukan di dompet korban.
Berikut kronologi detik-detik awan panas yang lazim disebut warga sekitar sebagai wedhus gembel itu menyergap kediaman Mbah Maridjan.
Sedikitnya tujuh warga sempat terjebak di dusun mereka menyusul letusan Merapi yang memunculkan gelombang awan panas pada Selasa (26/10/2010) pukul 17.58 WIB.
Di antara tujuh orang itu termasuk Mbah Marijan dan istri, Juru Kunci Gunung tersebut. Selain itu, sejumlah warga juga mengalami luka-luka berat dan kini dirawat di RSU dr Sardjito Yogyakarta.
Hingga berita ini diturunkan, tim SAR berupaya mencapai rumah Mbah Marijan, yang berada di desa Kinahrejo , Kecamatan Cangkringan Kabupaten Slemen.
"Semoga tidak terjadi apa-apa (dengan mbah Maridjan, red)," ujar Samsul Bakri, Camat Cangkringan, tadi malam di lokasi pengungsian Balai Desa Umbulhardjo.
Dijelaskan Samsul, pada sekitar pukul 20.00 WIB, pihaknya masih bisa kontak dengan istri Mbak Marijan. Karena itu, upaya evakuasi pun dilakukan dengan mengirim tim SAR. Sayangnya, belum sampai di desa Marijan , mobil yang membawa tiga anggota tim SAR tak terhalang material panas dan pohon tumbang.
"Kami masih menunggu," tambah Samsul.
Sebelumnya, sekitar pukul 17.30 WIB tim SAR yang dan beberapa orang datang ke rumah Mbah Marijan dan berusaha membujuk juru kunci itu untuk bersedia turun. Namun, upaya itu gagal hingga sirine tanda gunung meletus berbunyi.
Hanya saja, dalam upaya itu, anak Mbah Marijan, Mbah Murni dan Asih, bersedia turun bersama rombongan tim SAR, yang sore kemarin menggunakan dua mobil kijang dan satu sepeda motor. Sedangkan Mbah Marijan, memilih menuju masjid yang hanya berjarak 100 meter dari rumahnya, untuk melakukan salat Jumat.
Selain Mbah Marijan, dua orang lain yang terjebak dan tidak bisa dievakuasi adalah Mbah Poniman dan istrinya, tokoh masyarakat Desa Kepuhardjo. Seperti juga Mbak Marijan, Mbah Poniman juga enggan dievakuasi sejak dini karena menunggu wangsit dari Petruk.
Sedangkan tiga orang lainnya, menurut Samsul, dua diantaranya belum teridentifikasi, sedangkan satu orang lainnya adalah Ngatiran, warga dusun Palem, dusun Umbulhardo Kecamatan Cangkringan.
"Dia masih bisa SMS. Katanya dia tidak bisa bergerak dan terjebak di dalam rumah," kata Samsul.
Berdasarkan pantaun Tribunnews, yang ketika letusan berada di rumah Mbah Marijanmenyebutkan, saat sirine tanda bahaya dibunyikan, sejumlah warga langsung semburat ke titik-titik berkumpul pengungsi.
Dengan membawa bekal seadanya, mereka dengan sabar menunggu truk dan mobil-mobil yang dikerahkan Tim SAR untuk mengangkut mereka ke tempat pengungsian.
Sementara sebagian yang lain memilih menggunakan sepeda motor unruk mengangkut anggota keluarganya. Bunyi klakson bersahutan sepanjang jalan menuju tempat-tempatbpengungsian. Meski jarak pandang cukup dekat karena abu mulai turun, mereka seakan tidak peduli dan memilih terus menancap gasnya.
Dari pantauan awal sejak pukul 19.00 di RS Panti Nugroho Pakem, ada 9 korban sapuan awan panas yang dikirim. Dari 9 orang, dua di antaranya luka ringan dan setelah ditangani boleh meninggalkan rumah sakit. Keduanya atas nama Sri yuniati, warga Dusun Gondang yang sesak napas.
Kemudian Seno (17), asal Kaliurang yang juga sesak napas akibat menghirup abu. Tujuh korban sisanya luka berat akibat terbakar awan panas. Korban paling parah atas nama Mbah Pujo (63), warga Dusun Ngangkrik. Mbah Pujo ini luka bakar 60 persen.
Selain uka bakar, Mbah Pujo ini patah kaki kanan dan lengan kanan. Informasi yang dikumpulkan Tribun, Mbah Pujo sempat mencoba lari ketika awan panas dari lereng Merapi menyerbu dusunnya. Dia terjatuh dan kemudian diselamatkan warga setelah amukan wedus gembel reda.
Saat tiba Mbah Pujo dalam keadaan tak sadarkan diri. Petugas medis dari RS panti Nugroho, dr Adi Mulyanto menerangkan, setelah ditangani, Mbah Pujo sempat sadar.
"Sempat menjawa kalau dirinya dari Dusun Ngangkrik," kata dr Adi kepada Tribun.
Sisanya korban awan panas kini dirujuk ke RSU Sardjito di yogyakarta. Mereka mengalami luka bakar rata-rata di atas 30 persen. Korban terdiri atas; kakak beradik Arif Candra (23) dan Wahyu (17), keduanya putra Lurah Kedungsriti.
Berikutnya, Ny Ratmi (30) asal Kinahrejo, luka bakar 63 persen. Maulina (23), asal Ngangkrik, sesak napas dan Ny Suyatmi . Mereka semua kini dirawat di yogyakarta setelah mendapat penanganan pertama di RS Panti Nugroho.
Perkembangan terakhir sekitar pukul 22.00 WIB dilaporkan setidaknya 15 jenazah ditemukan di kediaman Mbah Maridjan. Belum dapat dipastikan apakah juru kunci Gunung Merapi tersebut ikut tewas. Namun, satu jenazah diidentifikasi sebagai wartawan Vivanews atas nama, Yuniawan Wahyu Nugroho.
Yuniawan diidentifikasi lewat KTP, SIM, dan kartu pemilih yang ditemukan di dompet korban.
Berikut kronologi detik-detik awan panas yang lazim disebut warga sekitar sebagai wedhus gembel itu menyergap kediaman Mbah Maridjan.
Sedikitnya tujuh warga sempat terjebak di dusun mereka menyusul letusan Merapi yang memunculkan gelombang awan panas pada Selasa (26/10/2010) pukul 17.58 WIB.
Di antara tujuh orang itu termasuk Mbah Marijan dan istri, Juru Kunci Gunung tersebut. Selain itu, sejumlah warga juga mengalami luka-luka berat dan kini dirawat di RSU dr Sardjito Yogyakarta.
Hingga berita ini diturunkan, tim SAR berupaya mencapai rumah Mbah Marijan, yang berada di desa Kinahrejo , Kecamatan Cangkringan Kabupaten Slemen.
"Semoga tidak terjadi apa-apa (dengan mbah Maridjan, red)," ujar Samsul Bakri, Camat Cangkringan, tadi malam di lokasi pengungsian Balai Desa Umbulhardjo.
Dijelaskan Samsul, pada sekitar pukul 20.00 WIB, pihaknya masih bisa kontak dengan istri Mbak Marijan. Karena itu, upaya evakuasi pun dilakukan dengan mengirim tim SAR. Sayangnya, belum sampai di desa Marijan , mobil yang membawa tiga anggota tim SAR tak terhalang material panas dan pohon tumbang.
"Kami masih menunggu," tambah Samsul.
Sebelumnya, sekitar pukul 17.30 WIB tim SAR yang dan beberapa orang datang ke rumah Mbah Marijan dan berusaha membujuk juru kunci itu untuk bersedia turun. Namun, upaya itu gagal hingga sirine tanda gunung meletus berbunyi.
Hanya saja, dalam upaya itu, anak Mbah Marijan, Mbah Murni dan Asih, bersedia turun bersama rombongan tim SAR, yang sore kemarin menggunakan dua mobil kijang dan satu sepeda motor. Sedangkan Mbah Marijan, memilih menuju masjid yang hanya berjarak 100 meter dari rumahnya, untuk melakukan salat Jumat.
Selain Mbah Marijan, dua orang lain yang terjebak dan tidak bisa dievakuasi adalah Mbah Poniman dan istrinya, tokoh masyarakat Desa Kepuhardjo. Seperti juga Mbak Marijan, Mbah Poniman juga enggan dievakuasi sejak dini karena menunggu wangsit dari Petruk.
Sedangkan tiga orang lainnya, menurut Samsul, dua diantaranya belum teridentifikasi, sedangkan satu orang lainnya adalah Ngatiran, warga dusun Palem, dusun Umbulhardo Kecamatan Cangkringan.
"Dia masih bisa SMS. Katanya dia tidak bisa bergerak dan terjebak di dalam rumah," kata Samsul.
Berdasarkan pantaun Tribunnews, yang ketika letusan berada di rumah Mbah Marijanmenyebutkan, saat sirine tanda bahaya dibunyikan, sejumlah warga langsung semburat ke titik-titik berkumpul pengungsi.
Dengan membawa bekal seadanya, mereka dengan sabar menunggu truk dan mobil-mobil yang dikerahkan Tim SAR untuk mengangkut mereka ke tempat pengungsian.
Sementara sebagian yang lain memilih menggunakan sepeda motor unruk mengangkut anggota keluarganya. Bunyi klakson bersahutan sepanjang jalan menuju tempat-tempatbpengungsian. Meski jarak pandang cukup dekat karena abu mulai turun, mereka seakan tidak peduli dan memilih terus menancap gasnya.
Dari pantauan awal sejak pukul 19.00 di RS Panti Nugroho Pakem, ada 9 korban sapuan awan panas yang dikirim. Dari 9 orang, dua di antaranya luka ringan dan setelah ditangani boleh meninggalkan rumah sakit. Keduanya atas nama Sri yuniati, warga Dusun Gondang yang sesak napas.
Kemudian Seno (17), asal Kaliurang yang juga sesak napas akibat menghirup abu. Tujuh korban sisanya luka berat akibat terbakar awan panas. Korban paling parah atas nama Mbah Pujo (63), warga Dusun Ngangkrik. Mbah Pujo ini luka bakar 60 persen.
Selain uka bakar, Mbah Pujo ini patah kaki kanan dan lengan kanan. Informasi yang dikumpulkan Tribun, Mbah Pujo sempat mencoba lari ketika awan panas dari lereng Merapi menyerbu dusunnya. Dia terjatuh dan kemudian diselamatkan warga setelah amukan wedus gembel reda.
Saat tiba Mbah Pujo dalam keadaan tak sadarkan diri. Petugas medis dari RS panti Nugroho, dr Adi Mulyanto menerangkan, setelah ditangani, Mbah Pujo sempat sadar.
"Sempat menjawa kalau dirinya dari Dusun Ngangkrik," kata dr Adi kepada Tribun.
Sisanya korban awan panas kini dirujuk ke RSU Sardjito di yogyakarta. Mereka mengalami luka bakar rata-rata di atas 30 persen. Korban terdiri atas; kakak beradik Arif Candra (23) dan Wahyu (17), keduanya putra Lurah Kedungsriti.
Berikutnya, Ny Ratmi (30) asal Kinahrejo, luka bakar 63 persen. Maulina (23), asal Ngangkrik, sesak napas dan Ny Suyatmi . Mereka semua kini dirawat di yogyakarta setelah mendapat penanganan pertama di RS Panti Nugroho.
Sedangkan ribuan warga dari tiga desa di kecamatan Umbulhardjo dan beberapa desa lain di kecamatan lainnya, kini sedang mengungsi di beberapa barak yang disiapakn untuk itu. Beberapa barak yang tersedia, diantara di Balai Desa Umbulharjo, Kepuhhardjo dan Glagahhardjo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar